Cerita ku ini bermula ketika aku sedang memenuhi panggilan interview
pekerjaan di pusat kota Surabaya, meski lulusan sebuah perguruan tinggi
yang cukup ternama di Malang namun berpuluh kali aku mengikuti interview
namun tak satu pun mengangkatku menjadi salah satu pegawainya.
Aku menginap di rumah tetangga kampung yang pindah ke Surabaya namun
sudah ku anggap saudara sendiri karena mereka cukup baik pada keluargaku
dan sudah kuanggap sebagai keluarga dan aku memanggil mereka PakDhe dan
BuDhe, hari itu kebetulan aku sedang mengikuti interview di hotel
Tunjungan Plasa Surabaya.
Oh ya.. namaku Rinelda. 24 tahun. Aku pernah menjadi Finalis Putri
sebuah kontes kecantikan di malang, Aku pernah menikah tapi belum
mempunyai anak karena usia perkawinanku baru berjalan 4 bulan dan sudah 3
bulan ini menjanda karena suamiku sangat pencemburu akhirnya ia
menceraikan aku dengan alasan aku terlalu mudah bergaul dan gampang di
ajak teman laki-lakiku.
Dari teman dan suami aku mendapat pujian bahwa aku cantik, tubuh yang
cukup sintal dengan tinggi 173 cm mulus dan 2 bongkahan Susu yang tak
terlalu gede tapi untuk ukuran seorang janda tak mengecewakanlah, cocok
dengan body ku yang cukup atletis. Soal sexs, dulu setiap ber “ah-uh”
dengan suamiku aku merasa kurang, mungkin karena gairah sex yang
kumiliki sangat kuat sehingga kadang-kadang suamiku yang merasa tak
mampu memuaskan tempikku, meski aku bisa orgasme tetapi masih kurang
puas!
Kulihat jam di tangan ku sudah menunjukan pukul 16.15 menit, aku sedikit
dongkol karena seharusnya aku sudah dipanggil sejak pukul 15.00 tadi,
padahal aku sudah datang sejak pukul 14.30 tadi. “He..eh” aku pun Cuma
bisa menggerutu sambil mencoba untuk memahami bahwa aku butuh kerja
untuk saat ini.
“Hallo!” suara perempuan mengagetkan ku dari lamunan.
“Ya !” jawabku sambil berdiri. Sejurus aku memandang kearah perempuan itu, Cantik!
“Nona Rinelda ?” dia bertanya sambilmengulurkan tangan mempersilahkan aku kembali duduk.
Beberapa saat kami berbicara dan ku tahu namanya adalah Rifda, dia
memakai jam gede di tangan kanannya, dengan nama dan pakaian yang
lumayan seksi mengingatkan ku pada teman SMP ku di Malang, ternyata dia
mengaku seorang pengusaha yang memiliki banyak perusahaan dan sedang
mencari model, setelah berbicara tentang diriku panjang lebar akhirnya
dia berkata bahwa aku cocok untuk menjadi salah satu Modelnya. Akhirnya
aku mendapatkan kepastian esok hari aku akan bekerja, aku pun berjalan
pulang dengan langkah seolah lebih ringan dari biasanya.
Sesampainya di jalan sebelum rumahku , sekedar anda tahu bahwa sejak aku
mencari kerja aku tinggal di rumah BuDhe Tatik saudara dari Ibu ku. Ada
beberapa anak muda bergerombol, ketika aku lewat di depannya, mereka
menatapku dengan mata yang seolah-olah mengikuti gerakan pantatku yang
kata teman-teman ku memng mengundang mata lelaki untuk meremas dan
mendekapnya.
“Wuih, kalau aku jadi suaminya ga tak bolehin dia pake celana dalam !”
Ucap salah satu dari mereka namun terdengar jelas di telingaku.
“Rai mu ngacengan!” timpal temannya, disambut tawa teman-teman lainya.
Sampai di rumah pukul 18.30. aku langsung mandi untuk mengusir kepenatan dan panas yang hari itu kurasa sangat menyengat.
“Gimana hasil kamu hari ini Rin?” ku dengar suara BuDhe Tatik dari dalam kamarnya.
“Besok aku sudah mulai kerja BuDhe” jawabku.” kerja yang benar jangan
melawan sama atasan terima saja perintah atasan karena mencari pekerjaan
itu sulit dan yang penting kamu suka dan menikmati apa yang kamu
kerjakan” kata-kata dan wejangan dari orang tua pada umumnya namun ada
poin tertentu yang terasa ganjil menurutku. Sosok BuDhe Tatik adalah
Wanita yang dalam berbicara cukup seronok apalagi jika berbicara dengan
pemuda di kampungnya sekitar 38 tahun an, cukup seksi dalam
penampilannya, suaminya adalah seorang PNS di KMS, dia pun juga tak
kalah ngawur kalau berbicara yang berbau saru dengan BuDhe atau
teman-temannya. Tak berapa lama setelah ngobrol aku pun beranjak ke
kamar,
Kamarku sendiri adalah bekas ruang tamu yang dipasang sekat dari
triplek. Sekitar pukul 22.30 an aku mendengar suara aneh bercampur derit
kursi seperti didongong atau ditarik berulang-ulang dari ruang tamu
depan kamarku persis, sejenak kuperhatikan secara seksama suara tersebut
dan aku penasaran dengan suara tersebut.
Sedikit kubuka pintu kamarku, betapa kaget setelah mengetahui BuDhe
sedang duduk di kursi sambil mengakangkan kakinya sementara PakDhe di
depannya sambil memegang kedua kaki BuDhe pada pundak sedangkan pantat
nya bergerak maju mundur..
“Och…u..o..” suara yang keluar dari mulut BuDhe. Seolah menikmati apa
yang dilakukan oleh suaminya, badanku terasa panas dan pikiran yang tak
tahu harus bagaimana karena baru kali ini aku benar-benar melihat hal
ini live di depan mataku. Selama kurang lebih 10 menit kedua orang itu
melakukan sambil duduk akhirnya PakDhe menarik tongkolnya dari dalam
Tempik BuDhe, Yak ampun ternyata tongkol nya lumayan gede lebih gede
dari pada milik mantan suamiku yang biasa mengocok isi tempikku,
akhir-akhir ini aku sering nonton BF saat PakDhe dan Budhe sedang kerja,
pernah sekali aku hampir kepergok oleh PakDhe saat aku sedang nonton BF
sambil mempermainkan liang nikmatku, namun ternyata PakDhe tidak peduli
dan mungkin mengetahui bahwa aku seorang wanita yang butuh kesenangan
pada salah satu bagian tubuhku, namun saat itu PakDhe hanya tersenyum
sambil mengambil sesuatu dari dalam kamarnya yang mungkin tertinggal dan
segera pergi lagi.
Kusaksikan BuDhe mengambil posisi menungging dengan kedua tangan nya
memegang kursi di hadapannya “ayo mas cepet keburu tempiknya kering”
pinta BuDhe dengan suara yang pelan mungkin agar orang luar tidak
mendengar dan mengetahui tapi kenyataanya aku malah menyaksikan dan
memperhatikan secara detil apa yang mereka perbuat. Kulihat kali ini
PakDhe mengeloco tongkolnya sebelum dimasukkan ke tempik yang sudah
minta di jejeli tersebut.
“Ach…ack…sh” suara yang keluar dari mulut laki-laki tersebut. akhirnya
kulihat lagi adegan itu dari belakang karena mereka menmbelakangi
kamarku. Ada yang berdenyut pada tempikku tanpa terasa tangan ku masuk
ke dalam celana dalam yang kupakai, ku tekan pada itilnya “ahk” terasa
geli dan benar terangsang tempikku kali ini. Aku tersenyum mendapatkan
pengalaman ini.
“Tempikmu… ue.nak .Tik pe… res… tongkol ku” kata kata terputus dari Pakdhe seolah tak kuasa menahan nikmat yang dirasakannya.
“Lebih cepat… mas… cep… at!” BuDhe pun seakan mengharapkan serangan dari suaminya lebih hebat lagi.
“A… ach… aku keluar ma… s!” suara BuDhe terdengar setengah
berteriak.Wanita itu terlihat melemas tapi PakDhe tetap menggenjot
dengan lebih giat kali ini tangan nya memegang pantat BuDhe yang bulat
mulus itu dan akhirnya laki-laki itupun menekan tongkolnya lebih dalam
kearah tempik didepannya tersebut. Sambil menahan sesuatu. Ketika
konsentrasiku tertuju pada tongkol dan tempik yang sedang beradu
tersebut tanpa kusadari sambil digenjot BuDhe menoleh ke arah pintu
kamarku dan tersenyum, “hek” aku kaget setengah mati segera ku tutup
pelan-pelan pintu kamar dan kembali ke tempat tidurku, beribu pikiran
menyeruak dalam benakku antara bingung dan takut karena mungkin kepergok
saat mengintip tadi. Aku kecewa karena tidak melihat bagaimana raut
muka PakDhe ketika mencapai puncak kepuasan.
Terasa ada yang basah di selangkanganku saat aku menyaksikan adegan
tadi, “yah aku terangsang” terakhir kali aku merasakan nikmatnya berburu
nafsu dengan suamiku adalah hampir 4 bulan yang lalu.
Memang aku mudah terangsang jika melihat hal-hal yang berbau porno.
Sering kali aku melakukan masturbasi dengan membayangkan laki-laki yang
kekar dan memiliki batang tongkol yang kokoh tegak berdiri dan akhirnya
aku memasukkan sesuatu ke dalam tempikku yang seolah lapar akan
terjangan tongkol laki-laki, tapi terkadang aku merasa ada yang kurang
dan memang aku butuh tongkol yang sebenarnya, Tanpa kupungkiri aku butuh
yang satu itu. Kulihat jam didinding kamarku menunjukan pukul 11.35, ya
ampun besiok aku kan mulai kerja! Sialan gara-gara tongkol dan tempik
perang diruang tamu akhirnya aku tidur kemalaman! Emang dikamar kurang
luas apa? “ah sialan!” umpatku dalam hati.
Pukul 04.30 aku terbangun, ketika akan membuka pintu kamar aku teringat
akan kejadian yang baru aku saksikan semalam, pelan-pelan kubuka
ternyata tak kulihat orang diluar, aku langsung menuju dapur untuk
memulai aktivitas pagi, terkadang aku harus membantu memasakkan sarapan
pagi dan menyapu lantai sebelum menjalankan altivitasku sendiri, aku
merasa adalah suatu vyang lumrah karena aku menumpang disini.
Aku berjalan melewati depan pintu kamar BuDhe yang terbuka lebar, sekali
lagi aku terhenyak kali ini aku menyaksikan dua orang sedang tidur
tanpa memakai baju sama sekali, kulihat senyum di bibir Budhe Tatik,
tanda kepuasan atas perlakuan suaminya tadi malam mungkin.
Di kamar mandi aku kembali memikirkan kejadian semalam yang membuatku
“terus terang cukup terangsang” apalagi jika mengingat tongkol yang gede
milik PakDhe. “ahh” rupanya tangan ku sudah berada di sela-sela pahaku
yang mulus dan bulu hitam yang tampak olehku cukup lebat meski tak
terlalu banyak diantara garis melintang ditengahnya, tiba-tiba nafasku
berburu kala kuteruskan untuk menggosok bagian atasnya, “sialan!”
pikirku dalam hati. Kusiram tubuhku untuk mengusir nafsu yang mulai
mengusik alam pikiran ku.
Sebelum berangkat kerja di hari pertamaku, kusempatkan untuk sarapan pagi siapa tahu nanti aku harus kerja keras di kantor.
“Jaga diri baik-baik Rin” kata BuDhe sambil menepuk pundakku,
“Eh.. iya.. BuDhe Rinel tahu kok” kataku sambil ngangguk. Kulihat BuDhe
baru keluar kamar dengan mengenakan handuk pada bagian susu sampai atas
lulutnya wajahnya tampak masih berseri meskipun tampak kecapean.
“Edan udah jam 7!” pekikku dalam hati.
“BuDhe aku berangkat dulu” pamit ku.
“Yo ati-ati Nduk ingat ikuti dengan baik perintah atasan lakukan dengan
baik tanpa banyak kesalahan” katanya sambil tersenyum padaku, senyum itu
penuh makna sama seperti tadi malam.
“Enggeh BuDhe… ” aku pun keluar rumah menuju tempat kerjaku yang baru.
Dari depan kantor itu aku berjalan menuju pos sekuriti,
“Permisi” aku mendekati seorang sekuriti,
“Ada yang bias saya Bantu mbak?” Tanya nya dengan sopan. Tubuh yang
lumayan atletis tangan yang kekar serta tonjolan di bawah perutnya cukup
menantang dibalut celana yang agak ketat di bagian pahanya.
“Ruangan Ibu Rifda dimana ya?” tanyaku.
“Bu Rifda Miranti? pasti sampeyan mbak Rinelda!” terlihat senyum dibibirnya masih dengan ramah dan sopan. Aku cuma mengangguk.
“Tunggu sebentar mbak” sambil mengangkat intercom di depannya, ketika
dia berbicara dengan seseorang aku melihat suasana sekeliling “Kok sepi
ya?” tanyaku dalam hati.
“Sebentar lagi karyawan Ibu Rifda akan menemui mbak, silahkan menunggu”
katanya sambil menunjuk kursi sofa di tengah ruangan yang cukup besar.
Ketika aku baru akan meletakkan pantatku aku melihat sesuatu yang ganjil
di lingkungan perkantoran ini, tak terlalu banyak orang yang biasa ada
pada sebuah perkantoran, kuperhatikan sekuriti tadi kulihat dia
berbicara dengan temannya tersenyum-senyum sambil memandang kearahku,
tak berapa lama kudengar namaku dipanggil seorang wanita
“Rinelda?”
“Saya” jawabku sambil memalingkan muka kea rah datangnya suara tadi,
“Hai, kamu mau kerja disini?” tanyanya lagi.
“Lho Agatha, kamu kerja disini ya?” kataku sambil kenbali bertanya
“Tadi aku disuruh sama bu Rifda untuk menemui kamu, ayo ikut aku!”
sambil ngobrol kami pun berjalan menaiki tangga menuju ruangan Bu Rifda.
“Tunggu sebentar ya” kata Agatha. Pintu di ruangan itu sedikit terbuka
ketika dia masuk kulihat didalamnya ada 3 wanita yang menurutku cantik,
berbusana mahal dan seksi. Itu mungkin beberapa model yang dimilikinya.
“Masuk Rin” Agatha membuka pintu lebih lebar. Ternyata didalam ada 2
laki-laki yang sedang melihat 3 wanita didepannya ” nah ini dia cewek
baru yang aku dapatkan kemarin di Tunjungan, namanya Rinelda” kata bu
Rifda sambil menunjuk ke arahku pada ke dua laki-laki itu.
“Rin, mas-mas ini dari Jakarta mereka akan menguji kemampuan kamu dalam
memakai barang mereka” aku segera mengambil kesimpulan bahwa mereka
adalah desainer atau rekan kerja bu Rifda. Aku mendekat dan berjabat
tangan dengan keduanya,
“Rif, kami perlu kerja di dalam studio” kata laki-laki yang sedari tadi
melotot melihat 3 wanita dihadapannya sambil menenteng kamera. Lelaki
itu berjalan diikuti oleh ketiga gadis.
“Tunggu sebentar ya Rin” kata bu Rifda sambil mengajak lelaki yang
satunya serta Agatha. Aku terdiam sebentar sambil melihat ruangan yang
cukup besar tersebut, ketika melewati ruangan yang baru di masuki oleh
tiga gadis dan seorang lelaki tadi aku mendengar suara tertawa wanita
kegelian dari dalamnya, ku coba untuk mendekat pada ruangan itu, aku
semakin penasaran lerja macam apa kok suaranya seperti… Yah aku ingat
suara itu mirip desahan BuDhe Tatik semalam! Kucoba lebih dekat untuk
mengetahuinya tapi… “Rin?” tiba-tiba Bu Rifda sudah berada di sampingku.
“Ada yang mau aku tunjukan padamu” katanya sambil berjalan ke ruangan pribadinya, tertulis didepan pintu ruangan tersebut.
“Mana Agatha? Sama lelaki yang tadi?” tanyaku dalam hati. Didalam ruangan itu terdapat banyak Foto diatas meja.
“Duduk Rin” katanya mengetahui aku sedang menunggu dipersilahkan.
“Bu, maaf kamar kecil dimana? Saya kebelet pipis” tanyaku sambil nyengir
menahan sesuatu dibawah selakangku. “ah..ya..” dia menunjuk kearah
belakangnya. Aku langsung bergerak ke sana, masuk kamar kecil itu aku
langsung melorotkan celana dalam yang kupakai dan Chessh….” Suara khas
air
yang keluar dari tempikku, saat ku jongkok aku mendengar samara-samar suara laki-laki.
“Aah….uh…ya …ayo..terus …sedot…ah nah gitu dong…” setelah itu terdengar
suara wanita tertawa, segera lu ceboki tempikku, kuangkat kembali CD,
sebentar aku terdiam sambil mencari asal suara tadi, setelah yakin tak
kudengar lagi akupun keluar dan menuju ke meja bu rifda sambil
bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya pekerjaan disini, saat ku
berjalan mendekati meja bu Rifda kulihat wanita itu sedang berganti
pakaian, kulihat tubuh yang sangat seksi dan mulus, pahanya yang putih
dan pantatnya bulat putih cukup memberi bagiku untuk berkesimpulan bahwa
dia adalah wanita yang sempurna.
“Maaf bu” kataku,
“Oh tidak apa-apa kok Rin, bisa tolong ambilkan itu” katanya sambil
menunjuk kearah kursi kerjanya, “ini bu?” kulihat sebentar ini adalah
baju yang sering dipakai oleh bintang film luar negri “ah” aku teringat
saat aku melihatnya di sebuah film BF. Aku berikan padanya dan dia
memakainya dengan cekatan terlihat bahwa ia sudah terbiasa mengenakan
pakaian model itu.
“Kita bekerja dengan scenario dan harus tampil cantik serta se-seksi
mungkin karena target penjualan kita adalah kaum Pria” kata nya sambil
membenahi pakaianya,
“Hari ini adalah saat dimana kamu akan menjadi seorang entertainer
seperti gadis-gadis diluar tadi” , aku mendengarkannya sambil
mengira-ira apa kerjaku sebenarnya;
“Maaf sebelumnya Agatha di sini sebagai apa bu?” tanyaku,
“Kenapa?” dia balik bertanya,
“Kamu mau tahu tugas dia?” katanya sambil mengambil sebuah remote control di laci mejanya,
“Tugas dia adalah menjamu para tamu dan melayani mereka sebelum mereka
memulai kerja yang sebenarnya” katanya sambil menunjuk sebuah televise
berukuran raksasa di belakangku, betapa kaget aku melihat apa yang
terpampang dihadapanku, ternyata Agatha sedang bergumul dengan laki-laki
di
sebuah ruangan kosong yang hanya di lapisi karpet tebal diseluruh
ruangan itu, setengah tak percaya kembali kulihat kea rah bu Rifda, dia
hanya tersenyum sambil matanya berbinar-binar seolah bernafsu karena
melihat kejadian di layer tersebut, aku segera mengetahui apa yang
sedang dan akan kualami maka aku berjalan menuju pintu keluar, tapi apa
yang ku dapat pintu itu terkunci! Aku menoleh kearah wanita itu tapi
wanita itu hanya tersenyum sambil matanya tetap menyaksikan adegan
Agatha dan laki-laki itu dihadapanya.
“Kamu bisa berteriak kalau kamu mau tapi itu tak akan berguna karena
seluruh ruangan disini telah kedap jadi tak akan ada yang mendengar”
katanya.
“Duduklah maka tidak akan terjadi sesuatu padamu atau jika tidak aku
panggilkan satpam didepan agar membuatmu diam” kali ini nadanya
terdengar sedikit mengancam. Aku pun telah paham bahwa aku tak bias
berbuat apa-apa, saat terduduk aku dihampiri oleh wanita itu dan tanpa
kusadari dia telah menarik tangan ku kebelakang dan mengikatnya dengan
tangkas, aku berontak tapi tak bisa karena kursi yang ku duduki besar
dan berat, akhirnya aku terdiam.
“Sudah kita nikmati saja tontonan yang disuguhkan teman SMP kamu itu”
katanya, sialan rupanya Agatha telah bercerita banyak tentang aku,
Agatha adalah temanku saat duduk di bangku SMP di Malang, dia adalah
type cewek yang cukup berani tampil seksi dan punya teman cowok yang
cukup banyak, dan dia pun telah kehilangan keperawanannya saat perayaan
kelulusan di suatu acara yang diadakan oleh teman-temannya,
“Kurang ajar, kenapa aku harus melewati hari yang seperti ini?” kataku dalam hati.
Dari layer raksasa dhadapanku kulihat Agatha sedang duduk di atas pria itu sambil menaik-turunkan pantatnya yang bahenol.
‘Oh… oh… ouh… ha… enak maass?” tiba-tiba suara Agatha terdengar sangat
keras, rupanya Bu Rifda menikan volume pada remote controlnya.
“Ga seru kalau tidak ada suaranya ya Rin?” kata wanita itu namun aku tak
mempedulikan kata-katanya. Aku menunduk tak mau melihat apa yang ada
dilayar TV besar itu, tapi suara yang menggoda nafsu itu tetap
terdengar.
“Setiap aku kesini… kurasa… tempik kamu masih… ouckh… tetap… keset… Th..ah” suara laki itu tersendat-sendat.
“Tapi tongkol mas….kok rasanya.. tam.. baa.. ah… aha…” suara Agatha tak terselesaikan.
“Jangan munafik Rin kamu past terangsang kan?” lagi suara Rifda
terdengar tak kupercaya wanita yang kemarin kutemui ini terlihat anggun
dan sopan kini…
“Perempuan macam apa kamu Rif?” kataku tapi tak kudengar jawaban darinya yang kudengar hanya suara dia sedikit tertawa.
Tak berapa lama kembali kudengar Agatha berteriak
“Ack… a… yah… terus… tete… rus… sentak lagi… mas!” kali ini aku
mengangkat kepalaku untuk melihat apa yang saat ini dilakukan laki-laki
itu pada Agatha, kulihat Agatha sudah nungging dengan bertumpu pada
lututnya sementara laki-laki itu menekan-nekan tongkolnya yang besar itu
maju-mundur ke arah tempik Agatha yang tampak menganga dan
berdenyut-denyut itu, cukup lama mereka saling mengimbangi gerakan maju
mundur itu satu sama lainnya, akhirnya…
“Aku… ke… luar… mas… aih… ya… ah!” nampak Agatha telah mencapai puncak
orgasme tubuhnya terlihat sedikit melemah namun si lelaki itu terus
mengocok tongkolnya yang masih menegang itu sambil tangannya memegang
bongkahan pantat Agatha, aku sendiri terangsang melihat semua ini dan
merasa ada yang mulai membasah di tempikku, seandainya tanganku tidak di
ikat pasti aku sudah memegang itil kecil ku.
“Ackh… sh… oh… sh… ” nampaknya laki itu sudah memuntahkan pejunya di
dalam tempik Agatha. Tiba-tiba Rifda mematikan layer tersebut dan
berkata
“Gimana Rin, apa yang kamu rasakan pada Tempikmu?” seolah mengetahui apa yang aku rasakan.
“Lepaskan! Aku mau keluar dari tempat ini!” teriakku menutupi rangsangan yang aku rasakan.
“Keluar? sebentar, ada yang mau aku perlihatkan sama kamu!” lalu dia
menekan kembali remote di tangannya kea rah layer raksasa di dan… “ya
ampun!” ternyata BuDhe Tatik!
Mengenakan baju berwarna merah menantang seperti yang dipakai oleh
Rifda, dia sedang sibuk mengulum tongkol seorang laki-laki disebuah
ruangan yang hanya terdapat sebuah ranjang yang cukup bagus, ku lihat
Pria itu memegang kepala BuDhe agar lebih cepat emutannya, sementara
tangan kiri
BuDhe mempermain kan tempiknya sendiri.
“Eh… eh… e… gm… emph… !” suara wanita dilayar itu seperti menikmati tongkol yang panjang dan besar di dalam mulutnya.
“Itu di rekam 2 hari yang lalu” kata Rifda seperti sedang menerangkan sesuatu padaku.
“Maksudmu?” tanyaku,
“Lihat dulu baru komentar sayang!” aku pun kembali menyaksikan adegan di
depanku itu, belum pernah aku menyaksikan orang yang aku kenal berbuat
dengan orang lain seperti yang dilakukan oleh BuDhe dan Agatha.
“tongkol mu hot banget mas… besar pa… njang… aku… akua… suka… !” kali
ini BuDhe nampak gemas memegang tongkol besar itu dengan kedua
tangannya, tongkol Pria itu memang sangat besar dibanding dengan milik
PakDhe yang kulihat semalam kelihatan kokoh berdiri dan lebih berotot
apalagi kepala tongkol Pria ini nampak besar dan mengkilap karena sinar
dari kamera, nampak sekali bahwa pria itu sangat menikmati emutan mulut
BuDhe, mendengar suara Budhe dan laki-laki itu saling ah..uh.. membuat
aku jadi terangsang, aku jadi salah tingkah karenanya, ku toleh ke arah
Rifda ternyata wanita itu sedang sibuk memasukan sesuatu kebawah
tubuhnya kutahu dia sedang mencari kenikmatan di tempiknya mengetahui
aku melihatnya wanita itu mendekati aku dang menunjukan sebuah tongkat
kecil yang mirip… tongkol!
“Kamu akan suka dengan yang seperti ini sayang” katanya sambil menarik
kedua kakiku hingga aku terlentang di atas kursi besar itu.
“Tenang Rin, cari nikmatnya dulu ya” aku diam dan tak terlalu banyak
bergerak aku tak tahu mengapa aku diam dengan perlakuan Rifda di
hadapanku kali ini, Rifda mengosok-gosokkan tongkol mainan itu ke arah
selakanganku, aku menggelinjang geli karenanya, aku tahu apa yang akan
dilakukannya, dan benar! Dia membuka resleting celanaku, sekali lagi aku
diam aku terangsang terasa tempikku berdenyut-denyut menginginkan
sesuatu. Dengan tangkas Rifda sudah menarik ke bawah celana yang
kupakai, diringi suara desahan nikmat yang disuarakan BuDhe Tatik dari
layer didepanku
“Oh… yaa… ya… be… nar… yang situ enak… mas… sh… ah!” kali ini kulihat
laki-laki itu sedang menciumi tempik BuDhe yang mengakang memberi ruang
yang bebas pada laki-laki itu, terdengar pula suara mulut laki-laki itu
berkecipak. Nampak bokong BuDhe yang bulat itu diangkat agar mulut
laki-laki itu dapat masuk lebih jauh mempermainkan lidahnya. Tanpa
kusadari paha dan selakangan ku terasa dingin ternyata Rifda telah
sukses melepaskan CD ku.
“Wah ternyata Jembut kamu tebal juga Rin” kata Rifda kemudian tangannya
menyentuh mulut tempikku, terasa hangat tangannya, kutatap matanya
seolah ingin kubiarkan apa yang dilakukannya, sudah kepalang basah
kubiarkan apapun yang dikerjakannya,
Saat Rifda sedang sibuk meng emek-emek tempikku dari depan, tiba-tiba
lampu ruangan mennjadi sangat terang, dan kulihat ada dua orang
laki-laki masing memegang kamera dan mengabadikan suasana di ruangan
ini. Tak kusadari ada sentuhan tangan pada pundakku.
“Rin, rupanya kamu sudah merasakan kenyamanan di ruangan ini” ternyata
aku kenal suara laki-laki dari belakangku yah itu suara PakDhe! tanganku
berusaha menutupi bagian bawahku yang menganga karena ulah Rifda.
“Sudah nikmati saja, toh aku tahu kamu butuh yang seperti ini” kata
Pakdhe sambil menempelkan sesuatu yang hangat lunak dan membesar
ditanganku yang masih terikat kebelakang. Kupegang dan tahu apa yang aku
pegang namun terasa makin hangat dan memanjang.
Aku diam memikirkan semua rentetan dan semua orang yang ada disekitar ku
saat ini, saat kuterdiam ternyata Rifda berdiri di depanku dengan
menggerakan lidah ke bibir sambil memainkan celah tempiknya dan matanya
menatap ke arah PakDhe, laki-laki itu tahu apa yang dinginkan Rifda dan
segera berdiri mendekat dengan tangan memegang pantat Rifda.
“Ayoh, kita bikin janda muda ini tersiksa dan memohon agar tempiknya di
isi sesuatu yang hangat! Ha… ha… ha… !” kata Rifda sambil melihatku,
tangannya yang cekatan dan terampil mulai mengurut-urut tongkol PakDhe
yang sudah mulai kembali menegang, sementara tangan PakDhe meremas-remas
susu Rifda yang Cuma terbuka pada putingnya sementara aku tetap menatap
mereka berdua seolah tak percaya.
“U… uh” kata Rifda gemas mengocok tongkol di tangannya.
“Sudah, langsung aja masukin tongkolmu pak!”
“Lho Rin, tempik Rifda sudah basah! Kamu ga pengin niih?” Kata PakDhe
yang mempermainkan tangannya di sekitar tempik Rifda. Kusaksikan gerakan
Rifda membalikkan badannya memnbelakangi tubuh PakDhe, dengan cukup
sigap pakDhe segera menggiring batang tongkol yang dipegangnya kearah
tempik Rifda yang berada ditengah bongkahan pantat mulus Rifda yang
sudah menganga karena bibir tempiknya di kuak sendiri oleh tangan
kanannya sementara tangan kirinya menggosok itil yang sedikit menonjol
di bagian atasnya.
“Hrm ouch… masukin… te… rus… ah sampai men… tock pak!” kata Rifda sambil
menarik pantat PakDhe agar segera menekankan tongkolnya lebih dalam.
Kali ini mereka merubah posisinya menyampingiku sehingga tampak susu
Rifda bergerak-gerak karena gerakan tubuhnya sementara tongkol PakDhe
yang sedang berusaha memasuki liang sempit itu semakin didorong kedepan.
“Ah….” tongkol itu sudah tenggelam kedalam tempik rifda PakDhe kemudian
menarik tongkolnya pelan-pelan tampak olehku buah pelir tongkol itu
menggelantung.
“Sabar ya Rif, sebentar… ” kata pakDhe sambil menoleh kea rah ku sambil
mengedipkan mata kirinya seolah berkata.”Tunggu giliranmu”.
“Betapa nikmat kalau tongkol itu bersarang pada tempikku” kembali aku
sudah dirasuki hawa nafsu yang sedari tadi menghinggapi pikiranku yang
mulai tak terkontrol. Aku mulai menggepit paha agar tempikku yang terasa
gatal dan membasah tak diketahui oleh mereka, andai tangan ku tak
terikat mungkin aku sudah melakukan sesuatu yang nikmat!
“Eh… ah… mpffh… yang cepat dong… genjot… terus… pak!” teriakan nikmat
Rifda sambil menggerakan bongkahan pantatnya kekiri –kanan mengimbangi
sentakan PakDhe.
“Plak… plak… ” suara benturan paha kedua orang didepanku serta kecipak
tempik Rifda yang diterjang tongkol gede itu seolah bersorak senang.
Saat ku sedang memperhatikan mereka ikatan pada pergelangan tanganku
terasa melonggar sedikit kutari tangan kananku dan terlepas! Sebentar
aku bingung apa yang harus kulakukan, namun diluar kesadaran ku saat itu
ternyata aku tidak mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri lagi
pula disitu ada 2 pria berkamera yang pasti akan mennghentikan ku, yah
otakku mungkin sudah dirasuki nafsu. Aku butuh keprluan biologis itu!
Aku butuh tongkol yang hangat dengan terjangan yang sesungguhnya bukan
seperti yang selama ini kudapatkan dengan masturbasi! Semakin
kuperhatikan secara seksama apa yang dikerjakan PakDhe dab Rifda
didepanku, Rifda nampak sangat menikmati genjotan PakDhe dari arah
belakang.
‘Ay… o.. pak… ayo… terus… kerasin… sentakanmu pak… !”
“Tempik nakal… nakal… nakal… ” kata PakDhe setiap kali si tongkol menerobos tempik Rifda.
Kulihat tongkat mainan persis tongkol yang diletakkan dimeja oleh Rifda,
tak kuhiraukan 2 orang berkamera yang sedang mengabadikan setiap
gerakan dan erangan nikmat PakDhe dan Rifda, kuambil mainan wanita itu
dan mulai kugesekkan pada tempikku, tak kuhiraukan segalanya!
Aku tersenyum karena aku merasa tak tersiksa sama sekali dengan
keadaanku saat ini, kali ini aku bermaksud memasukkan tongkol mainan
lembut ini pada liang tempikku dan…
“Eh… auch… ” bersamaan dengan sodokan PakDhe pada tempik Rifda setiap
PakDhe menarik tongkolnya kutarik pula mainan ini dari tempikku.Saat aku
sedang menikmati tontonan didepanku tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan
masuk seorang laki-laki yang tadi bergumul dengan Agatha menghampiriku
sambil tersenyum, sambil berjalan dia melepas satu persatu kancing baju
dan membuka resleting celananya. Kukeluarkan pelan-pelan tongkol mainan
dari dalam tempikku.
Aku membayangkan isi didalam celana itu adalah tongkol besar seperti
yang dirasakan oleh Agatha tadi, yang pasti akan memberi kenikmatan pada
tempikku yang sangat merindukan tongkol, kutatap matanya seolah aku
memberinya ijin untuk segera menyerang tubuhku, aku sadar bahwa semua
perbuatanku saat ini akan direkam dan disebar luaskan, aku tak pedulikan
itu aku Cuma butuh laki-laki saat ini yang bisa membuatku menggelepar
penuh kenikmatan! Ketika Rifda mengetahui laki-laki itu lewat didepannya
tangan kanannya memegang tongkol laki-laki itu.
“Tempikku… masih… cukup… ah..ah… untuk… tongkolmu… auh… Rudi… say… ang…
eh… ” Rifda berkata sambil menikmati sodokan PakDhe. Sebentar laki-laki
itu berhenti dan memasukan tongkolnya kemulut Rifda.
“Ech… mpfh… Rud… empfh… di..kont… tol… ” tampak mulut Rifda seperti
kewalahan menelan sebuah Pisang yang besar, aku segera bangkit dan
menghampiri mereka, yaah aku tak rela jika tongkol dihadapanku ini akan
di telan juga oleh tempik Rifda dan aku lagi-lagi jadi penonton, Rifda
dan PakDhe tidak terlalu kaget melihatku.
“Oh… rupanya kamu baru bisa lepas dari tali tadi ha… ha… ha!” Rifda
tertawa setelah tongkol dimulutnya terlepas setelah laki-laki bernama
Rudi itu membalikkan diri padaku tampak tongkol besar setengah mengacum
itu mengarah padaku.
“Wao… ” Tanpa kuhiraukan si Rudi aku langsung jongkok didepannya dan bersiap mengulum tongkol idamanku itu.
“Lihat pak… ah… si… ja… ech… janda… tak tahan… juga… a yes… !” kata Rifda
seolah senang dengan apa yang kuperbuat, kumasukan kedalam mulutku dan
kepalaku mulai bergerak maju mundur, kurasa sesuatu yang besar sedang
berdenyut-benyut di dalam mulutku,
“Ach… ternyata pandai juga kamu mempermain kan tongkol dengan mulut.
“Oh… !” tangan Rudi mulai meremas pentil susuku yang mulai mengeras.
Aku memang pandai melakukan oral sex hal itu pun diakui oleh mantan
suamiku dulu bahwa mulutku sangat hebat dal;am hal ciuman bibir dan
mengulum tongkolnya bahkan sering kali saat oral sex suamiku
mengeluarkan spermanya di mulutku.
“Ehm… ehm… ehm… ” Aku sangat senang dan sangat merindukan batang hangat
dan kenyal ini! “Oh… oh… ya… ouh… ” Rudi tampak sangat menyukai
kulumanku kupermainkan lidahku pada kepala tongkolnya, sambil memberikan
Rudi kenikmatan kulihat PakDhe semakin mempercepat genjotannya, tak
lama kemudian.
“Arch… a… ah… aku… sudah… kel… luar… pa… ak… a… ” kata Rifda, matanya
merem-melek menahan sesuatu yang keluar dari dalam tempiknya. Saat Rifda
mulai sedikit lemas ternyata PakDhe mengeluarkan tongkolnya dan melihat
kearah Rudi seolah mengetahui maksud PakDhe Rudi pelan-pelan menarik
tongkolnya dari mulutku, yah PakDhe menuju kearahku sedang Rudi menuju
tubuh Rifda, aku ragu apakaha aku akan melakukannya dengan orang yang
sudah aku anggap sebagai orang tuaku ini, namun PakDhe ternyata langsung
menarik pantatku hingga tuibuhku telentang pada kursi besar di
belakangku dan tongkolnya berada tepat didepan tempikku, mengetahui aku
sudah terangsang dengan sekali tekan tongkol PakDhe segera menerobos
lobang tempikku sesaat terasa sakit
“Adu… h… pelan-pelan… dong PakDhe… !” Teriakku.
“Ah sorry Rin, lupa aku, tempik kamu sudah lama tak terisi ya! Tahan
sebentar ya… kamu tahu ini ..enak..” kata PakDhe sambil menarik
tongkolnya dari dalam tempikku, aku merasa seluiruh isi tempikku
tertarik.
“Pelan-pelan… ” kataku lagi, tapi ternyata Pakdhe langsung menggenjot
tongkolnya itu keluar masuk. Tiba-tiba rasa sakit yang kurasakan menjadi
rasa geli dan nikmat
“Ah… a… ayou… lagi PakDhe… terus… sh… haa… ” yang kurasakan tempikku jebol
luar dalam namun ennaak sekali, sudah cukup lama bagiku waktu 4 bulan
menanti yang seperti ini, aku tak peduli meski ini kudapat dari seorang
yang selama ini menampungku. Saat sibuk menikmati sodokan tongkol di
tempikku sempat kulihat Rudi memompa pantatnya sementara Rifda mulutnya
terbuka menahan nikmat yang akan dia dapat untuk kedua kalinya dengan
posisi miring dan kaki kirinya terangkat sehingga memudahkan tongkol
gede milik Rudi mengobrak abrik isi tempiknya, tak berapa lama Rifda
sudah memiawik…
“Sudah Rud… aku… ah… !” tampak Rifda sudah mengalami orgasme yang
keduanya. sementara kulihat muka PakDhe memerah menahan sesuatu
“Rin… torok… kamu… serr… et… aku tak… tahan… ah” PakDhe rupanya sudah
mendapatkan ganjaran karena berani memasukan tongkolnya ke milikku yang
memang masih peret, dia menarik tongkolnya dan mengeluarkan pejunya pada
Susuku dan wajahku
“Ah… ah… ” teriak PakDhe setiap kali cairan itu keluar dari kepala tongkolnya.
“Ya… PakDhe… !” kataku kecewa, aku belum merasa orgasme! Tak kuhiraukan
PakDhe sibuk dengan tongkolnya yang mulai mengecil, saat kumandang Rudi
yang mengocok tongkolnya sendiri dia tersenyum padaku dan akhirnya
tongkol yang cukup gede itu datang padaku, tangan Rudi memegang
pantatku, aku tahu dia ingin posisi anjing nungging, kubalik tubuhku
menghadap sandaran kursi sedang kedua lututku tersangga pinggiran kursi,
tak nerapa lama tongkol Rudi sudah digesekgesekkan pada pantatku yang
putih mulus,
“Ayoh Rud kamu mau merasakan seperti yang di rasakan PakDhe?” kataku
nakal, aku tak tahu dan tak mau tahu apa yang kulakukan yang pasti aku
mendapatkannya saat ini, akhirnya Rudi pun memasukan tongkolnya ke dalam
tempikku.
“A… euh… ah… em… ya… ” tongkol yang menerobos di bawahku memang terasa
sangat gede seolah menyentuh rongga-rongga di dalam tempikku. Pantas
Rifda mulut Rifda tak bersuara apa-apa ternyata ini yang dirasakannya.
“Eh… eh… eh… ” Rudi menekan maju mundur tongkolnya sementara tangannya
meremas susuku dan bibirnya mencium punggungku, cukup lama Rudi
menggenjot tubuhku dari belakang, kini dia memintaku untuk berdiri
menghadap tubuhnya dengan mengangkat kaki kiriku dia memasukan
tongkolnya dari depan
“Ya… h… he… he..lagi… lagi… ” nafasku terengah-engah menahan serangan
Rudi yang belum pernah ku lakukan dengan mantan suamiku dulu. Sensansi
yang luar biasa aku dapatkan dari laki-laki ini, sentakannya sangat
mantab dan sodokkan tongkolnya sangat luar biasa
“Rud… puaskan… puaskan… a.. ku… tongkol… Ter… us… sh… ” kata-kataku tak
terkontrol lagi karena tempikku merasakan hal yang sangat luar biasa dan
belum pernah aku merasakan yang seperti ini. Akhirnya aku merasa
kebelet pipis dan geli bercampur menjadi satu…
“Aku… ae… kelu… ar Rud… ah..” Puas, aku puas! Jeritku dalam hati ini
tongkol yang aku harapkan setiap masturbasi, sementara Rudi tetap
mengocok tongkolnya sambil menahan tubuhku yang terasa lemas agar tak
terjatuh,
“Pepek kamu… mem… mang… enak… ach” akhirnya Rudi menarik tongkolnya dari tempikku dan menyemprotkan Spermanya ke mukaku.
“Ah… hangat… enakkan… Rud?” tampaknya tempikku memuaskan Rudi.
Cahaya terang dari kamera yang merekam semua tadi tampak meng-close up muka ku yang tampak ceria!
Akhirnya, aku menikmati semua ini, semua kulakukan dengan senang hati.
Karena BuDhe adalah ketua dari semua pekerjaan ini dan Rifda dan Agatha
adalah Teman SMPku, sehingga aku bekerja menjadi pemain film blue
seperti yang dulu sering kulihat di keping VCD.